TUJUH ALAM AKU Dan TUJUH AYAT KUNCI. Di Dalam “Wahyu Panca Gha’ib”

TUJUH ALAM AKU Dan TUJUH AYAT KUNCI. Di Dalam “Wahyu Panca Gha’ib”
Oleh: Wong Edan Bagu
Putera Rama Jayadewata Tanah Pasundan
Djawa dwipa. Hari Jumat Legi. Tgl 23 September 2016

Para Kadhang dan Para Sedulur Kinasihku sekalian… Masih ingatkah, dengan wedaran saya, di beberapa artikel lama saya, yang sudah saya postingkan di internet. Yang pada intinya, saya mengatakan, bahwa Wahyu Panca Gha’ib itu, bukan Agama. Ilmu. Kejawen. Kebathinan. Kepercaya’an. Golongan. Partai. Perguruan. Adat istiadat dan bla,,,bla,,,bla,,, lainnya. Wahyu Panca Gha’ib adalah Hidup. Hidup yang bisa menjamin, jiwa raga dan dunia kaherat, manusia hidup, siapapun dia dan dimanapun dia. Dan dengan Ijin Dzat Maha Suci, pada kesempatan kali ini, saya bagikan dengan Cinta Kasih Sayang, tentang kebenaran dari penemuan saya yang satu ini. Yaitu soal bukti daripada urainya saya, yang pernah mengatakan, bahwa Wahyu Panca Gha’ib itu, bukan Agama. Ilmu. Kejawen. Kebathinan. Kepercaya’an. Golongan. Partai. Perguruan. Adat istiadat dan bla,,,bla,,,bla,,, lainnya. Wahyu Panca Gha’ib adalah Hidup. Hidup yang bisa menjamin, jiwa raga dan dunia kaherat, manusia hidup, siapapun dia dan dimanapun dia.

Para Kadhang dan Para Sedulur Kinasihku sekalian… semua dan segalanya, soal dan tentang manusia hidup itu, ada tersejarah dengan sangat jelas dan nyata di dalam Wahyu Panca Gha’ib.

Maka….
Ketahuilah dengan kesadaran murni Rasamu. Bahwa, ketika kita masih bayi, dan berada di Alam Rahim, masih berbentuk sperman/mani “di dalam air ketuban” belum ada nyawa, baru ada Hidup, dari Alam Rahim, bayi pindah ke Alam Dunia, dan di dalam perpindahan ini. Hidup berubah sifat menjadi Roh/Ruh Suci, ketika kontak dengan Alam Dunia itulah, mulai ada sebutan Rasa/Nyawa, nyawa adalah Darah, yang bertempat di bawah kulit di atas permukaan daging, adanya Nafas, adalah, adanya Hidup, adanya Hidup, adalah, karena adanya Sir. Dzat dan Sipat. Dan Sir Dzat Sipat inilah, yang di sebut Jati Diri atau Diri Sejati, manusia Hidup.

Para Kadhang dan Para Sedulur Kinasihku sekalian…
Dibawah ini, uraian lengkap dari Tujuh Alam/Dimensi-nya manusia hidup yang sebenarnya/sesungguhnya, yang terdapat di dalam Wahyu Panca Gha’ib, dari awal hingga akhir Uni/Unen Kunci, yang terdiri dari tujuh ayat dan di baca tujuh kali, yang tak lain dan tak bukan, adalah Hakikat manusia hidup yang sesungguhnya/sebenarnya. Sebab itu, Wahyu Panca Panca Gha’ib, di sebut bukan apapun, kecuali Hidup kita sendiri.

TUJUH ALAM AKU Dan TUJUH AYAT KUNCI. Di Dalam “Wahyu Panca Gha’ib”
Ayat Pertama (1) Adalah; Gusti Ingkang Moho Suci.
Kalau artinya, saya percaya, semua orang jawa pasti tahu, asalkan jawanya belum hilang, akibat bergaulan yang melenakan, tapi kalau maksud dan tujuannnya, saya yakin, tidak semua orang tahu, sekalipun dia orang jawa. Maksud dari kalimat “Gusti Ingkang Moho Suci”. Adalah alam Awang Uwung, dalam istilah lainnya, di sebut juga sebagai Alam Gha’ibull-Guyyub, juga di sebut sebagai Alam Ahadiyah. Yaitu alam, di mana belum ada sifat, belum ada asma’ belum ada afa`al, dan belum ada apa-apa, dalam istilah pengertian ajaran agamanya, alam ini disebut sebagai Alam LA TA`YUN. Yang artinya adalah Dzat Al-hakki. “tidak ada apa-apa kecuali Dzat Maha Suci”. Alam ini adalah alam penegasan. Tujuan dari kalimah Gusti Ingkang Moho Suci”. Adalah memperkenalkan Diri-Nya, dalam memberi tanggungjawab, kepada cipta’annya, terutama manusia, serta di tajallikan-Nya Diri-Nya, dari satu peringkat ke peringkat lainnya, sampai lahirnya manusia berbadan rohani dan jasmani.

Adapun Alam/Dimensi Awang Uwung ini, terkandung di dalam Kunci, pada ayat pertama, yaitu (Gusti Ingkang Moho Suci), artinya. Esa pada Dzat semata-mata, maksudnya, masih belum ada apapun, kecuali Dzat Maha Suci itu sendiri, dan inilah yang di sebut Martabat Dzat, atau Alam Dzat, atau Dimensi Dzat yang Pertama. Pada alam/dimensi ini, diri Empunya Diri itu, (Zat Al-haki atau Dzat Maha Suci), semata-mata menamakan Diri-Nya Sendiri, sebagai. “Gusti Ingkang Moho Suci” yang maksudnya. Tidak ada permulaan dan tiada akhirnya, dan berwujud Hakiki Lagi Khodim.

Pada alam/dimensi ini, tidak ada sifat, tidak ada Asma, dan tidak ada Afa’al, serta tidak ada apa-apa, masih awang uwung, suwung/Kosong, kecuali Dzat Mutlak-Nya semata-mata, maka berdirilah Dzat itu, dengan Dia semata-mata, dari dalam keadaan ini, dinamakan “Gusti Ingkang Moho Suci”, artinya diri Dzat, atau juga di namakan Dzat Maha Suci, yang maksudnya, tidak bisa di campuri dan tercampuri oleh apapun, kecuali Suci itu sendiri.

Ayat Kedua (2) Adalah; Kulo Nyuwun Pangapuro Dumateng Gusti Ingkang Moho Suci.
Maksud dari kalimah “Kulo Nyuwun Pangapuro Dumateng Gusti Ingkang Moho Suci”. Adalah Alam/Dimensi Laku, yang juga di sebut sebagai Alam/Dimensi Wahdah, yang merupakan proses pentajallian-Lakunya diri, yang arti dan maksudnya adalah. Empunya Diri, telah mentajallikan/memproseskan diri-Nya, dari alam awang uwung, suwung/kosong, ke suatu alam/dimensi sifat, yaitu “Kulo Nyuwun Pangapuro Dumateng Gusti Ingkang Moho Suci” sabagai noktah mutlak, adanya awal dan ada akhir.

Alam/Dimensi Laku ini, Juga ada yang menyebutnya, sebagai martabat atau alam/dimensi Wahdah, yang terkandung pada ayat kedua Kunci, yang berbunyi “Kulo Nyuwun Pangapuro Dumateng Gusti Ingkang Moho Suci” yang maksudnya tujuannya adalah, menjelaskan, tempatnya Dzat Maha Suci, tidak terselindung sedikit pun, meliputi tujuh perkara langit dan bumi seisinya.

Pada alam/dimensi kedua ini, Dzat Maha Suci, mulai bersifat. Sifat-Nya, adalah sifat bathin, jauh dari Nyata, bisa di umpamakan seperti sepohon kayu besar, yang subur, tapi masih di dalam biji. Artinya… Dia telah berwujud, wujudnya adalah biji, bukan pohon, sehingganya, pohon itu terkesan tidak nyata, tetapi nyata, nyatanya biji itu tadi, sebab itulah, pada alam/dimensi kedua ini, ayat kedua Kunci berbunyi. “Kulo Nyuwun Pangapuro Dumateng Gusti Ingkang Moho Suci” yang maksudnya adalah, tuan Empu-Nya Diri, tidak lagi Beras’ma, dan di alam/dimensi ini, terkumpulah Dzat Mutlak dan Sifat Bathin-Nya, telah sempurna, cukup lengkap segala-galanya, hanya terhimpun dan tersembunyi di balik hakikat-Nya “Kulo Nyuwun Pangapuro Dumateng Gusti Ingkang Moho Suci”.

Ayat Ketiga (3) Adalah; Sirolah Dzatolah Sipatolah.
Sama seperti yang lainnya. Kalau artinya, saya percaya, semua orang jawa pasti tahu, asalkan jawanya belum hilang, akibat bergaulan yang melenakan, tapi kalau maksud dan tujuannnya, saya yakin, tidak semua orang tahu, sekalipun dia orang jawa. Maksud dari kalimat “Sirolah Dzatolah Sipatolah”. Adalah Menjelaskan tentang Alam/Dimensi rahasia manusia, yang pada Alam/Dimensi ketiga ini. Setelah Empunya Diri kepada Diri, mentajallikan diri-Nya, ke satu alam/dimensi As’ma, sebagai Sir Dzat Sipat. atau dalam istilah lainnya, di sebut juga sebagai Hakikat Insan, yang artinya. keadaan tubuh diri rahasia manusia, telah terhimpun pada hakikinya Sir Dzat Sipat. Tujuannya untuk memperjelas letak masing-masing Hak-Nya, supaya bisa tepat, agar tidak salah arah dan tujuan.

1. Sir atau Ruh Suci, adalah (Hak Dzat Maha Suci).
Bentuknya Rasa. Tempatnya di hati (Bathin), jika Ruh ini keluar dari jasad, manusia akan mengalami kematian.

2. Dzat atau ruh ruhaniyah, adalah (Hak Hidup).
Bentuknya empat anasir. Tempatnya di dada (Jantung), dan pada 360 sendi/organ fital yang ada di seluruh tubuh/wujud badan manusia.

3. Sipat atau nyawa/sukma.
Adalah bentuknya angan-angan atau perasa’an. Tempatnya di kepala (Otak), ruh ini yang suka meninggalkan jasad, salah satunya saat tidur, lalu menimbulkan mimpi.

Sir. Dzat. Sipat ini, ada di dalam kunci ayat ketiga, yang berbunyi, “Sirolah. Dzatolah. Sipatolah”. Sedangkan maksud daripada Lah, adalah di olah, di gali, di pelajari, supaya mengerti dan paham, tentang ketiga inti piranti manusia hidup, tersebut Jati Diri atau Diri Sejati itu.

Hakikat nyawa/sukma, adalah Rasa jasmani, olahan dari empat anasir, tersebut. API – ANGIN – AIR – BUMI. pada waktu itu, mata terbuka belum bisa melihat, telinga belum bisa mendengar, hidung belum bisa mencium, mulut belum bisa berkata, hanya ada suaranya saja, setelah diberi asi atau makanan apa saja, yang berasal dari saripati Api, Angin, Air dan Bumi, maka dari saripati yang empat inilah, tercipta sipat nyawa atau sukma.

Empat Anasir;
1. Cahaya/Nur Darah Merah.
Berasal dari Saripatinya API, adanya pada DAGING, membesarkan dagingnya bayi, hawanya keluar melalui TELINGA hingga bisa mendengar.

2. Cahaya/Nur Dara Kuning.
Berasal dari Saripati ANGIN, adanya pada SUMSUM, membesarkan sumsum bayi, hawanya keluar melalui HIDUNG, hingga bisa mencium dan merasa.

3. Cahaya/Nur Darah Putih.
Berasal dari Saripati AIR, adanya pada TULANG, membesarkan tulang bayi, hawanya keluar melalui MATA, hingga bisa melihat.

4. Cahaya/Nur Darah Hitam.
Berasal dari Saripati BUMI, adanya pada KULIT, membesarkan kulitnya bayi, hawanya keluar melalui LIDAH/MULUT, hingga bisa berbicara.

Itulah hakikat hidupnya sedulur papat kita, yang berasal dari empat anasir. Tersebut; 1. NAFSU MUTHMAINAH, berdomisili pada HATI. 2. NAFSU ALUAMAH, berdomisili pada LIDAH. 3. NAFSU AMARAH, berdomisili pada TELINGA. 4. NAFSU SUPIYAH, berdomisili pada MATA. Sedangkan pancernya, adalah… Cahaya/Nur Darah Bening.

Ayat Ke’empat (4) Adalah; Kulo Sejatine Satriyo.
Kalau artinya, saya percaya, semua orang jawa pasti tahu, asalkan jawanya belum hilang, akibat bergaulan yang melenakan, tapi kalau maksud dan tujuannnya, saya yakin, tidak semua orang tahu, sekalipun dia orang jawa. Maksud dari kalimat “Kulo Sejatine Satriyo”. Adalah Alam/Dimensi Cahaya/Nur Darah Bening, atau juga bisa di sebut proses pertumbuhan/pengembangan. Setelah bayi membesar kulitnya, membesar dagingnya, membesar tulangnya, membesar sumsumnya, maka keluarlah hawa, sebagai pancernya. Sebab itu ayat ke’empat Kunci, berbunyi, “Kulo Sejatine Satriyo” yang artinya. Aku ini manusia hidup.

Singkat jelasnya seperti ini;
Kunci ayat ketiga, yang berbunyi “Sirolah. Dzatolah. Sipatolah”. Adalah alam/dimensi Jati Diri atau Diri Sejati “dan itulah, yang di sebut Jati Diri atau Diri Sejati-nya manusia hidup”. Sedangkan Kunci ayat ke’enam, yang berbunyi “Kangge Tumindake Satriyo Sejati” Adalah alam/dimensi AKU “ dan itulah yang di sebut Aku-nya manusia hidup”.

Ayat Kelima (5) Adalah; Nyuwun Wicaksono Nyuwun Panguwoso.
Maksud dan tujuan dari kalimat “Nyuwun Wicaksono Nyuwun Panguwoso”. Adalah memperjelas dan menegaskan tentang/soal roh. Yang pada alam/dimensi kelima ini. Empunya Diri, menyatakan dan mengolah diri-Nya, untuk membentuk satu batang tubuh halus, yang di sebut roh. Alam/Dimensi roh ini, juga di sebut sebagai Tubuh Hakikat Insan, yang mempunyai awal tiada berkesudahan. Dialah yang sebenarnya, yang dinamakan Diri Nyata Hakiki Rahasia Dzat Maha Suci, ada di dalam Diri Manusia. Jadi… Tubuh ini, merupakan tubuh bathin hakiki manusia, dimana bathin ini, sudah nyata Sirnya, Dzatnya dan Sifatnya, untuk menjadi sempurna.

Cukup lengkap seluruh anggota – anggota bathinnya, tidak cacat dan tiada cela. Tubuh ini, di sebut juga sebagai “Jisim Latiff” yang artinya adalah, satu batang tubuh yang liut lagi halus. Karena itu, ayat kelima dari Kunci. Berbunyi “Nyuwun Wicaksono Nyuwun Panguwoso” yang maksud dan maksudnya. tidak akan mengalami cacat, cela, dan tidak mengalami suka, duka, sakit, menangis, asyik, dan hancur binasa. Dan berdirilah Dia, dengan diri tajalli Dzat Maha Suci, hingga hiduplah Dia, untuk selama-lamanya.

Ayat Ke’enam (6) Adalah; Kangge Tumindake Satriyo Sejati.
“Kangge Tumindake Satriyo Sejati”. Adalah Alam/Dimensi Perjanjian. Maksud dan tujuan kalimat “Kangge Tumindake Satriyo Sejati. Bahwa ”Empunya Diri, menyatakan rahasia diri-Nya, untuk di tanggung oleh manusia. Untuk menyatakan, bahwa diri-Nya adalah Dzat Maha Suci, terus menyatakan diri-Nya melalui diri rahasia-Nya, dengan lebih nyata, dengan membawa diri rahasia-Nya. Sebab itu, ayat ke’enam Kunci, berbunyi “Kangge Tumindake Satriyo Sejati” yang maksud dan tujuannya, perjanjian yang tidak boleh di lupakan dan di abaikan serta di umumkan, sebab Dia adalah “DI”, “Wadi”, “Mani” . “Sperma” yang hanya boleh di salurkan ke satu tempat, yang bersekutu di antara diri rahasia bathin (roh) dengan diri kasar Hakiki, di dalam tempat yang dinamakan rahim. Hingga terbentuklah apa yang di katakan “Maknikam” ketika berlakunya persetubuhan diantara laki-laki dengan perempuan (Ibu dan Bapa). Tubuh rahasia yang tersebut Satriyo Sejati atau AKU ini, tetap hidup sebagaimana awalnya, tetapi di dalam keadaan rupa yang elok dan tidak binasa, dan belum lahir. Dia tetap hidup tidak mengenal akan mati.

Ayat Ketujuh (7) Adalah; Kulo Nyuwun Kangge Hanyirna’ake Tumindake Ingkang Luput.
“Kulo Nyuwun Kangge Hanyirna’ake Tumindake Ingkang Luput”. Adalah Alam/Dimensi Kembali atau Kepulangan-Nya si empunya Diri/Aku. Pada alam/dimensi kembali ini, yang juga disebut martabat/alam/dimensi “Inssanul Kamil” yang artinya, batang diri rahasia Dzat Maha Suci telah di Kamilkan, dengan kata lain, Jati Diri atau Diri Sejati atau Aku Sejati atau Satriyo Sejati atau Sejatine Satriyo-nya manusia, menjadi “Kamilul Kamil”, yang maksudnya menjadi satu pada lahirnya, yaitu manunggal wujud/badan rohani dan jasmani, yang kemudian lahir sebagai seoarang insan melalui faraj ibu.

Pada alam/dimensi ke tujuh ini, yaitu alam Insanul Kamil ini. Dia terkandung di dalam ayat ketujuh Kunci, yang berbunyi “Kulo Nyuwun Kangge Hanyirna’ake Tumindake Ingkang Luput”, yang maksudnya, berkumpul-lah seluruh proses perwujudan dan pernyataan diri rahasia Dzat Maha Suci, di dalam tubuh badan Insan, yang mulai bernafas dan di lahirkan ke Alam Maya yang Fana ini.

Untuk mengumpulkan seluruh proses pentajallian diri rahasia Dzat Maha Suci, dan pengumpulan seluruh alam-alam yang di tempuhinya, dari satu peringkat ke satu peringkat lainnya, dan dari satu alam/dimensi ke satu alam/dimensi lainnya. Kerana Dia merupakan satu perkumpulan seluruh alam-alam itu.

Maka,,, sejak di lahirkannya manusia ke alam maya, yang fana ini, bermulalah tugas manusia, untuk menggembalikan balik, semua dan segala diri rahasia Dzat Maha Suci itu, kepada Tuan Empu-Nya Diri, dan proses penyerahan kembalinya semua dan segala rahasia Dzat Maha Suci ini, hendaknya, dimulai dari sejak awal di lahirkannya manusia ke alam Maya dunia ini. Karena penyerahan kembalinya semua dan segala rahasia Dzat Maha Suci ini. Bukanlah hal yang mudah dan ringan serta remeh juga sepele, sekalipun seumur jatah hidupnya manusia di dunia fana ini, di pergunakan untuk menyerah kembalikan semua dan segala rahasia Dzat Maha Suci. belumlah cukup. (kecuali atas kehendak-Nya)

Jadi,,,, bagi siapapun yang sudah melampaui masa bayi, hingga berusia belasan tahun bahkan puluhan tahun sekarang ini, namun belum juga memulainya, sungguh rugi besar yang tiada terkira, dan itulah yang di sebut kegagalan total yang takan bisa di tebus dengan cara apapun, lantaran karena, persiapan untuk balik/pulang/kembali pada asal usul sangkan paraning dumadi itu, tidaklah mudah/gampang/ringan dan sepele. Jadi,,, tidak bisa hanya dengan berlenggang kangkung saja, masudnya “santai”.

Tujuan Turunnya Wahyu Panca Gha’ib ke marca pada ini. Tak lain dan tak bukan. Untuk memahami dan memegang satu Iman Mutlak, bahwa diri kita ini “sebenarnya” bukanlah diri kita, dan harus di kembalikan ke asal mulanya, yaitu Dzat Maha Suci. Dan untuk memperjelas kajian, agar dapat mengetahui sendiri, Hakikat Hidup Jati Diri-nya, dari mana asal mula yang sebenarnya, hingganya kita lahir di alam dunia maya ini. Dan supaya mengerti serta memahami, Hakikat Hidup Diri Sejati-nya, kemana harus kembali dan apakah tujuan sebenarnya. AKU ini di lahirkan.

Dengan mengetahui dan mengerti serta memahami Wahyu Panca Gha’ib yang sebenarnya, yang sesungguhnya, dalam kata lainnya, bukan hanya sekedar memiliki Wahyu Panca Gha’ib dan sebatas menjalannya katanya belaka. maka sudah pastilah, kita dapat mengetahui bahwa diri kita ini, adalah Sir Dzat Sipat-Nya Dzat Maha Suci Tuhan/Allah semata-mata. Diri sir dzat sifat yang di tajallikan, dalam pernyata’an Sir Dzat Sifat-Nya Sendiri. Dan Dzat Maha Suci Memuji Diri-Nya, dengan Asma’-Nya Sendiri, yaitu Wahyu Panca Gha’ib, dan Dzat Maha Suci Menguji Diri-Nya Sendiri, dengan Afa’al-Nya Sendiri. Yaitu Wahyu Panca Laku.

Seperti Firman-Nya:
“Innalillahi wa inna ilaihi raji’un”
Yang Artinya; Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya akan kembali.
Yang Maksud; Sesungguhnya diri mu itu Allah (Tuhan Asal Diri Mu) dan hendaklah kamu pulang menjadi Tuhan kembali.

He he he . . . Edan Tenan. Setelah mengetahui dan memahami secara jelas, lagi terang, bahwa asal kita ini adalah Tuhan, dan harus kembali menjadi Tuhan Lagi. Apakah itu hal yang mudah dan gampang serta ringan…?!

Laku Mengembalikan diri, Atau dalam istilah kata liannya, Penyempurn’an atau Menyempurnakan Jati Diri atau Diri Sejati, berati menyucikan lahir bathin, dan mengembalikan rahasia kepada Tuan Empunya Rahasia, maka manusia itu semestinya, meningkatkan kesuciannya, kesadarannya, sampai ke peringkat asal mula kejadian rahasia Dzat Maha Suci. Bukan “warung kopi” yang hanya ada sejarah cerita iri, salin saing menyaingi-debat-gunjing menggunjing, iri-dengki-fitnah-benci-sikat sikut sana sini yang menimbulkan, angkara murka, dendam dll.

Ajaran apa yang mengajarkan hal ini, tentang ini dan soal ini…?!

Wahyu Panca Gha’ib…

Wahyu Panca Gha’ib yang mana dan yang bagaimana…?!

Bukankah sudah teramat banyak orang yang memiliki dan menjalankan Wahyu Panca Gha’ib…?!
Dan dengan itu, sudahkan berkurang permusuhan antar saudara diantara kita…!!!
Sudahkan kita salin Mencintai-Mengasihi-Menyayangi semuanya, khususnya sesama Hidup…!!!
Sudahkan kita Pasrah. Menerima dan Mempersilahkan Dzat Maha Suci Tuhan/Allah kita dalam segalah halnya kita…!!!

Wahyu Panca Ghaib sekalipun, jika tidak di ibadahkan dengan Wahyu Panca Laku. Artinya, tidak di jalankan – tidak di praktekan dengan menggunakan Wahyu Panca Laku. Tidak akan pernah ketemu/bertemu ujung pangkalnya. please think about…

Sesunggunya Dzat Maha Suci Tuhan/Allah, dalam mengenalkan diri-Nya, melalui lidah dan hati manusia, karena Dia telah mentajallikan Diri-Nya, menjadi rahasia kepada diri manusia. Maksudnya; “Manusia itu adalah rahasia-Ku dan AKU adalah rahasia manusia itu sendiri”. Jadi, selama lidah dan hati kita masih pecadal pecodol, pagi tahu, siang tempe, malamnya tauge. Hanya capek dan tambah bingunglah yang akan dialaminya.

Duh… Gusti Ingkang Moho Suci. Pencipta dan Penguwasa alam semesta seisinya. Bapak Ibu dari segala Ilmu Pengetahuan, sungguh saya telah menyampaikan Firman-Mu, kepada orang-orang yang saya Cintai. Kasihi dan Sayangi. maafkan lah saya, jika apa yang telah saya sampaikan, kepada orang-orang yang saya Cintai. Kasihi dan Sayangi, tidak membuat orang-orang yang saya Cintai. Kasihi dan Sayangi. segera Sadar dan menyadari akan kebenaran-Mu. Ampunilah orang-orang yang saya Cintai. Kasihi dan Sayangi., dan bukakanlah pintu hati mereka, dan terangilah dengan Rahmat-Mu, agar tidak ada lagi kegelapan dan kesesatan di hati orang-orang yang saya Cintai. Kasihi dan Sayangi. Damai dihati, damai didunia, damai Di Akherat.

Damai… Damai… Damai Selalu Tenteram. Sembah nuwun,,, Ngaturaken Sugeng Rahayu, lir Ing Sambikolo. Amanggih Yuwono.. Mugi pinayungan Mring Ingkang Maha Agung. Mugi kerso Paring Basuki Yuwono Teguh Rahayu Slamet.. BERKAH SELALU. Untuk semuanya tanpa terkecuali, terutama Para Sedulur, khususnya Para Kadhang Konto dan Kanti Anom Didikan saya. yang senantiasa di Restui Hyang Maha Suci Hidup….._/\_….. Aaamiin… Terima Kasih. Terima Kasih. Terima Kasih *
Ttd: Wong Edan Bagu
Putera Rama Jayadewata Tanah Pasundan
Handphon: 0858 – 6179 – 9966
https://putraramasejati.wordpress.com
http://webdjakatolos.blogspot.com

4 thoughts on “TUJUH ALAM AKU Dan TUJUH AYAT KUNCI. Di Dalam “Wahyu Panca Gha’ib”

  1. Kigede Trusmi berkata:

    Laku Mengembalikan diri, Atau dalam istilah kata liannya, Penyempurn’an atau Menyempurnakan Jati Diri atau Diri Sejati, berati menyucikan lahir bathin, dan mengembalikan rahasia kepada Tuan Empunya Rahasia, maka manusia itu semestinya, meningkatkan kesuciannya, kesadarannya, sampai ke peringkat asal mula kejadian rahasia Dzat Maha Suci. Bukan “warung kopi” yang hanya ada sejarah cerita iri, salin saing menyaingi-debat-gunjing menggunjing, iri-dengki-fitnah-benci-sikat sikut sana sini yang menimbulkan, angkara murka, dendam dll.

    Ajaran apa yang mengajarkan hal ini, tentang ini dan soal ini…?!
    Wahyu Panca Gha’ib…
    Wahyu Panca Gha’ib yang mana dan yang bagaimana…?!
    Bukankah sudah teramat banyak orang yang memiliki dan menjalankan Wahyu Panca Gha’ib…?!

    Dan dengan itu, sudahkan berkurang permusuhan antar saudara diantara kita…!!!
    Sudahkan kita salin Mencintai-Mengasihi-Menyayangi semuanya, khususnya sesama Hidup…!!!
    Sudahkan kita Pasrah. Menerima dan Mempersilahkan Dzat Maha Suci Tuhan/Allah kita dalam segalah halnya kita…!!!

    Wahyu Panca Ghaib sekalipun, jika tidak di ibadahkan dengan Wahyu Panca Laku. Artinya, tidak di jalankan – tidak di praktekan dengan menggunakan Wahyu Panca Laku. Tidak akan pernah ketemu/bertemu ujung pangkalnya. please think about…

    Sesunggunya Dzat Maha Suci Tuhan/Allah, dalam mengenalkan diri-Nya, melalui lidah dan hati manusia, karena Dia telah mentajallikan Diri-Nya, menjadi rahasia kepada diri manusia. Maksudnya; “Manusia itu adalah rahasia-Ku dan AKU adalah rahasia manusia itu sendiri”. Jadi, selama lidah dan hati kita masih pecadal pecodol, pagi tahu, siang tempe, malamnya tauge. Hanya capek dan tambah bingunglah yang akan dialaminya.

    Ini sungguh luar biasa, di dalam sejarah perjalanan spiritual belajar saya selama ini Bapa WEB. Terima kasih 1000x. Matur suwun pisan. Salam rahayu Bapa. Salam rahayu kanti teguh slamet berkah selalu kagem Bapa WEB.

  2. Sangkan Hurip berkata:

    Rampea kulan hebring pisan pokonamah hatur nuhun hehe….

Komentar ditutup.